Perdebatan dengan Sabdapalon dan Nayageggong (Rengeng rengeng lirih ngantuk)

Perdebatan dengan Sabdapalon dan Nayageggong
Sang Prabu setelah potong rambut kemudian berkata kepada Sabdapalon dan Nayagenggong, “Kamu berdua kuberitahu mulai hari ini aku meninggalkan agama Buddha dan memeluk agama Islam. Aku sudah menyebut nama Allah yang sejati. Kalau kalian mau, kalian berdua kuajak pindah agama rasul dan meninggalkan agama Buddha.”

Sabdapalon berkata dengan sedih (shock berat), “Hamba ini Ratu Dang Hyang yang menjaga tanah Jawa, Siapa yang bertahta menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur Paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun-temurun sampai sekarang. Hamba mengasuh penurun raja-raja Jawa. Hamba jika ingin tidur sampai 200 tahun. Selama hamba tidur selalu ada peperangan saudara musuh saudara, yang nakal membunuh manusia bangsanya sendiri. Sampai sekarang umur hamba sudah 2000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, sejak pertama menempati agama Buddha, Baru Paduka yang berani meninggalkan pedoman luhur Jawa. Jawa artinya tahu. Mau menerima berarti Jawan. Kalau hanya ikut-ikutan, akan membuat celaka muksa Paduka kelak,” Kata Wikutama yang kemudian disambut halilintar bersahutan.

(Redaksi: Menurut ajaran Buddha mengenal adanya reinkarnasi, jadi Sabdapalon ini telah berkali-kali bereinkarnasi dan selalu menjadi seorang patih di tanah Jawa. Bandingkan dengan reinkarnasi dari para Lama di Tibet)

Prabu Brawijaya disindir oleh Dewata, karena mau masuk agama Islam, yaitu dengan perwujudan keadaan di dunia ditambah tiga hal: (1) rumput Jawan, (2) padi Randanunut, dan (3) padi Mriyi.

Sang Prabu bertanya, “Bagaimana niatanmu, mau apa tidak meninggalkan agama Buddha masuk agama Rasul, lalu menyebut Nabi Muhammad Rasullalah dan nama Allah Yang Sejati?”

Sabdopalon berkata dengan sedih (putus asa), “Paduka masuklah sendiri. Hamba tidak tega melihat watak sia-sia, seperti manusia Arab itu. Menginjak-injak hukum, menginjak-injak tatanan. Jika hamba pindah agama, pasti akan celaka muksa hamba kelak. Yang mengatakan mulia itu kan orang Arab dan orang Islam semua, memuji diri sendiri. Kalau hamba mengatakan kurang ajar, memuji kebaikan tetangga mencelakai diri sendiri. Hamba suka agama lama menyebut Dewa Yang Maha Lebih. Dunia itu tubuh Dewata yang bersifat budi dan hawa, sudah menjadi kewajiban manusia itu menurut budi kehendaknya, menjadi tuntas dan tidak mengecewakan, jika menyebut Nabi Muhammad Rasulullah, artinya Muhammad itu makaman kubur, kubur rasa yang salah, hanya men-Tuhan-kan badan jasmani, hanya mementingkan rasa enak, tidak ingat karma dibelakang. Maka nama Muhammad adalah tempat kuburan sekalian rasa. Ruh idafi artinya tubuh, jika sudah rusak kembali kepada asalnya lagi. Prabu Brawijaya nanti akan pulang kemana. Adam itu sama dengan Hyang Ibrahm, arthinya kebrahen ketika hidupnya, tidak mendapatkan rasa yang benar. Tetapi bangunnya rasa yang berwujud badan dinamai Muhammadun, tempat kurubran rasa. Jasa budi menjadi sifat manusia. Jika diambil Yang Maha Kuasa, tubuh Paduka sifatnya jadi dengan sendirinya. Orang tua tidak membuat, maka dinamai anak, karena adanya dengan sendirinya, jadinya atas suatu yang ghaib, atas kehendak Lata wal Hujwa, yang meliputi wujud, wujudi sendiri, rusak-rusaknya sendiri, jika diambil oleh Yang Maha Kuasa, hanya tinggal rasa dan amal yang Paduka bawa ke mana saja. Jika nista menjadi setan yang menjaga suatu tempat. Hanya menunggui daging basi yang sudah luluh menjadi tanah. Demikian tadi tidak ada perlunya. Demikian itu karena kurang budi dan pengetahuannya. Ketika hidupnya belum makan buah pohon pengetahuan dan buah pohon budi. Pilih mati menjadi setan, menunggu batu mengharap-harap manusia mengirim sajian dan selamatan. Kelak meninggalkan mujizat Rahmat memberi kutukan kiamat kepada anak cucunya yang tinggal. Manusia mati tidak dalam aturan raja yang sifatnya lahiriah. Sukma pisah dengan budi, jika tekadnya baik akan menerima kemuliaan. Akan tetapi jika tekadnya buruk akan menerima siksaan. Coba Paduka pikir kata hamba itu!”

Prabu berkata “Kembali kepada asalnya, asal Nur bali kepada Nur”.

Sabdapalon bertutur “Itu pengetahuan manusia yang bingung, hidupnya merugi, tidak punya pengetahuan ingat, belum menghayati buah pengetahuan dan budi, asal satu mendapat satu. Itu bukan mati yang utama. Mati yang utama itu sewu satus telung puluh. Artinya satus itu putus, telu itu tilas, puluh itu pulih, wujud kembali, wujudnya rusak, tetapi yang rusak hanya yang berasal dari ruh idhafi lapisan, bulan surup pasti dari mana asalnya mulai menjadi manusia. Surup artinya sumurup purwa madya wasana, menepati kedudukan manusia.”

Sang Prabu menjawab, “Ciptaku menempel pada orang yang lebih.”

Sabdopalon berkata, “Itu manusia tersesat,seperti kemladeyan menempel di pepohonan besar, tidak punya kemuliaan sendiri hanya numpang. Itu bukan mati yang utama. Tapi matinya manusia nista, sukanya hanya menempel, ikut-ikutan, tidak memiliki sendiri, jika diusir kemudian gentayangan menjadi kuntilanak, kemudian menempel kepada awal mulanya lagi.”

Sang Prabu berkata lagi, “Aku akan kembali kepada yang suwung, kekosongan, ketika aku melum mewujud apa-apa, demikianlah tujuan kematianku kelak.”

“Itu matinya manusia tidak berguna, tidak punya iman dan ilmu, ketika hidupnya seperti hewan, hanya makan, minum, dan tidur. Demikian itu hanya bisa gemuk kaya daging. Penting minum dan kencing saja, hilang makna hidup dalam mati.”

Sang Prabu, “Aku menunggui tempat kubur, apabila sudah hancur luluh menjadi debu.”

Sabdopalon menyambung, “Itulah matinya manusia bodoh, menjadi setan kuburan, menunggui daging di kuburan, daging yang sudah luluh menjadi tanah, tidak mengerti berganti ruh idhafi baru. Itulah manusia bodoh, ketahuliah. Terima kasih!”

Sang Prabu berkata, “Aku akan muksa dengan ragaku.”

Sabdopalon tersenyum, “Kalau orang Islam terang tidak bisa muksa, tidak mampu meringkas makan badannya, gemuk kebanyakan daging. Manusia mati muksa itu celaka, karena mati tetapi tidak meninggalkan jasad. Tidak bersyahadat, tidak mati dan tidak hidup, tidak bisa menjadi ruh idhafi baru, hanya menjadi gunungan demit.”

Sang Prabu, “Aku tidak punya kehendak apa-apa, tidak bisa memilih, terserah Yang Maha Kuasa.”

Sabdopalon, “Paduka meninggalkan sifat tidak merasa sebagai titah yang terpuji, meninggalkan kewajiban sebagai manusia. Manusia diwenangkan untuk menolak atau memilih. Jika sudah menerima akan mati, sudah tidak perlu mencari ilmu kemuliaan mati.”

Sang Prabu, “Keinginanku kembali ke akhirat, masuk surga menghadap Yang Maha Kuasa.”

Sabdopalon berkata, “Akhirat, surga, sudah Paduka kemana-mana, dunia manusia itu sudah menguasai alam kecil dalam bear. Paduka akan pergi ke akhirat mana? Apa tidak tersesat? Padahal akhirat itu artinya melarat, dimana-mana ada akhirat. Bila mau hamba ingatkan, jangan sampai Paduka mendapat kemelaratan seperti dalam pengadilan negara. Jika salah menjawabnya tentu dihukum, ditangkap, dipaksa kerja berat dan tanpa menerima upah. Masuk akhirat Nusa Srenggi. Nusa artinya anusia sreng artinya berat sekali, enggi artinya kerja.

Jadi maknanya manusia dipaksa bekerja untuk Ratu Nusa Srenggi. Apa tidak celaka, manusia hidup di dunia demikian tadi, sekeluarganya hanya mendapat beras sekojong tanpa daging, sambal, sayur. Itu perumpamaan akhirat yang kelihatan nyata. Jika akhirat manusia mati malah lebih dari itu, Paduka jangan sampai pulang ke akhirat, jangan sampai masuk ke surga, malah tersesat, banyak binatang yang mengganggu, semua tidur berselimut tanah, hidupnya berkerja dengan paksaan, tidak salah dipaksa.

Paduka jangan sampai menghadap Gusti Allah, karena Gusti Allah itu tidak berwujud tidak berbentuk. Wujudnya hanya asma, meliputi dunia dan akhirat, Paduka belum kenal, kenalnya hanya seperti kenalnya cahaya bintang dan rembulan. Bertemunya cahaya menyala menjadi satu, tidak pisah tidak kumpul, jauhnya tanpa batasan, dekat tidak bertemu. Saya tidak tahan dekat apalagi Paduka, Kanjenga Nabi Musa toh tidak tahan melihat Gusti Allah. Maka Allah tidak kelihatan, hanya Dzatnya yang meliputi semua makhluk. Paduka bibit ruhani, bukan jenis malaikat. Manusia raganya berasal dari nutfah, menghadap Hyang Lata wal Hujwa. Jika sudah lama, minta yang baru, tidak bolak-balik. Itulah mati hidup. Orang yang hidup adalah jika nafasnya masih berjalan, hidup yang langgeng, tidak berubah tidak bergeser, yang mati hanya raganya, tidak merasakan kenikmatan, maka bagi manusia Buda, jika raganya sudah tua, sukmanya pun keluar minta ganti yang baik, melebihi yang sudah tua.Nutfah jangan sampai berubah dari dunianya. Dunia manusia itu langgeng, tidak berubah-ubah, yang berubah itu tempat rasa dan raga yang berasal dari ruh idhafi.
Prabu Brawijaya itu tidak muda tidak tua, tetapi langgeng berada di tengah dunianya, berjalan tidak berubah dari tempatnya di gua hasrat cipta yang hening. Bawalah bekalmu, bekal untuk makan raga. Apapun milik kita akan hilang, berkumpul dan berpisah. Denyut jantung sebelah kiri adalah rasa, cipta letaknya di langit-langit mulut. Itu akhir pengetahuan. Pengetahuan manusia beragama Buda. Ruh berjalan lewat langit-langit mulut, berhenti di kerongkongan, keluar lewat kemaluan, hanyut dalam lautan rahmat, kemudian masuk ke gua garbha perempuan. Itulah jatuhnya nikmat di bumi rahmat. Di situ budi membuat istana baitullah yang mulia, terjadi lewat sabda kun fayakun. Di tengah rahim ibu itu takdir manusia ditentukan, rizkinya digariskan, umurnya juga dipastikan, tidak bisa dirubah, seperti tertulis dalam Lauh Mahfudz. Keberuntungan dan kematiannya tergantung pada nalar dan pengetahuan, yang kurang ikhtiarnya akan kurang beruntung pula.

Awal mula Kiblat empat
Awal mula kiblat empat, yaitu timur (Wetan) barat (Kulon) selatan(Kidul) dan utara (Lor) adalah demikian. Wetan artinya wiwitan asal manusia mewujud; kulon artinya bapa kelonan; kidul artinya wstri didudul di tengah perutnya; lor artinya lahirnya jabang bayi. Tanggal pertama purnama, tarik sekali tenunan sudah selesai. Artinya pur: jumbuh, na: ana wujud; ma: madep kepada wujud. Jumbuh itu artinya lengkap, serba ada, menguasai alam besar kecil, tanggal manusia, lahir dari ibunya, bersama dengan saudaranya kakang mbarep (kakak tertua) adi ragil (adik terkecil). Kakang mbarep itu kawah, adi itu ari-ari. Saudara ghaib yang lahir bersamaan, menjaga hidupnya selama matahari tetap terbit di dunia, berupa cahaya, isinya ingat semuanya. Siang malam jangan khawatir kepada semua rupa, yang ingat semuanya, surup, dan tanggalnya pun sudah jelas, waktu dulu, sekarang atau besok, itu pengetahuan manusia Jawa yang beragama Buddha.
Raga itu diibaratkan perahu, sedangkan sukma adalah orang yang ada di atas perahu tadi, yang menunjukkan tujuannya. Jika perahunya berjalan salah arah, akhirnya perahu pecah, manusia rebah. Maka harus bertujua, senyampang perahu masih berjalan, jika tidak bertujuan hidupnya, dan matinya tidak akan bisa sampai tujuan, menepati kemanusiaannya. Jika perahu rusak maka akan pisah dengan orangnya. Artinya sukma juga pisah dengan budi, itu namanya syahadat, pisahnya kawula dengan Gusti. Sah artinya pisah dengan Dzat Tuhan, jika sudah pisah raga dan sukma, budi kemudian berganti baitullah, nafas memuji kepada Gusti.
Jika pisah sukma dan budi, maka manusia harus yang waspada, ingatlah asal-usul manusia, dan wajib meminta kepada Tuhan baitullah yang baru, yang lebih baik dari yang lama. Raga manusia itu namanya baitullah itu perahu buatan Allah, terjadi dari sabda kun fayakun. Jika perahu manusia Jawa bisa berganti baitullah lagi yang lebih baik, perahu orang Islam hidupnya tinggal rasa, perahunya sudah hancur. Jika suksma itu mati di alam dunia kosong, tidak ada manusia. Manusia hidup di dunia dari muda sampai tua. Meskupun suksma manusia, tetapi jika tekadnya melenceng, matinya tersesat menjadi kuwuk, meskupun sukmanya hewan, tetapi bisa menjelma menjadi manusia.
Ketika Batara Wisnu bertahta di Medang Kasapta, binatang hutan dan makhluk halus dicipta menjadi manusia, menjadi rakyat Sang Raja. Ketika Eyang Paduka Prabu Palasara bertahta di Gajahoya, binatang hutan dan makhluk halus juga dicipta menjadi manusia. Maka bau manusia satu dan yang lainnya berbeda-beda, baunya seperti ketika masih menjadi hewan. Serat Tapak Hyang menyebut Sastrajendra Hayuningrat, terjadi dari sabda kun, dan menyebut jituok artinya hanya puji tok.
Dewa yang membuat cahaya bersinar meliputi badan. Cahya artinya incengan aneng cengelmu. Jiling itu puji eling kepada Gusti. Punuk artinya panakna. Timbangan artinya salang. Pundak itu panduk, hidup di dunia mencari pengetahuan dengan buah kuldi, jika beroleh buah kuldi banyak, beruntungnya kaya daging, apabila beroleh buah pengetahuan banyak, bisa untuk bekal hidup, hidup langgeng yang tidak bisa mati. Tepak artinya tepa-tapa-nira, Walikat, walikaning urip. Ula-ula, ulatana, laleren gegermu kang nggligir. Sungsum artinya sungsungen. Labung, waktu Dewa menyambung umur, alam manusia itu sampungan, ingat hidup mati.
Lempeng kiwa tengen artinya tekad yang lahir batin, purwa benar dan salah, baik dan buruk. Mata artinya lihatlah batin satu, yang lurus kiblatmu, keblat utara benar satu. Tengen artinya tengenen kang terang, di dunia hanya sekedar memakai raga, tidak membuat tidak memakai. Kiwa artinya, raga iki isi hawa kekajengan, tidak wenang mengukuhi mati. Demikian itu bunyi serat tadi. Jika Paduka mencela, siapa yang membuat raga? Siapa yang memberi nama? Hanya Lata wal Hujwa, jika Paduka mencaci, Paduka tetap kafir, cela mati Paduka, tidak percaya kepada takdirGusti, dan murtad kepada leluhur Jawa semua, menempel pada besi, kayu batu, menjadi iblis menunggu tanah. Jika Paduka tidak bisa membaca sasmita yang ada di badan manusia, mati Paduka tersesat seperti kuwuk. Adapun jika bisa membaca sasmita yang ada pada raga tadi, dari manusia menjadi manusia. Disebut dalam Serat Anbiya, Kanjeng Nabi Musa waktu dahulu manusia yang mati di kubur, kemudian bangun lagi, hidupnya ganti ruh baru, ganti tempat baru.

Tuhan yang Sejati
Jika Paduka memeluk agama Islam, manusia Jawa tentu kemudian Islam semua. Badan halus hamba sudah tercakup dan manunggal menjadi tunggal, lahir batin, jadi tinggal kehendak hamba saja. Adam atau wujud bisa sama, jika saya ingin mewujud, itulah wujud hamba, kehendak Adam, bisa hilang seketika. Bisa mewujud dan bisa menghilang seketika. Raga hamba itu sifat Dewa, badan hamba seluruhnya punya nama sendiri-sendiri. Coba Paduka tunjuk, badan Sabdapalon. Semua sudah jelas, jelas sampai tidak kelihatan Sabdopalon, tinggal asma meliputi badan, tidak muda tidak tua, tidak mati tidak hidup. Hidupnya meliputi dalam matinya. Adapun matinya meliputi dalam hidupnya, langgeng selamanya.”

Sang Prabu bertanya, “Di mana Tuhan yang Sejati?”
Sabdopalon berkata, “ Tidak jauh tidak dekat, Paduka bayangannya. Paduka wujud sifat suksma. Sejati tunggal budi, hawa, dan badan. Tiga-tiganya itu satu, tidak terpisah, tetapi juga tidak berkumpul. Paduka itu raja mulia tenti tidak akan khilaf kepada kata-kata hamba ini.”

“Apa kamu tidak mau masuk agama Islam?” tanya Prabu
Sabdopalon berkata dengan sedih, “Ikut agama lama, kepada agama baru tidak! Kenapa Paduka berganti agama tidak bertanya hamba? Apakah Paduka lupa nama hamba, Sabdapalon? Sabda artinya kata-kata, Palon kayu pengancing kandang. Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi bicara hamba itu, bisa untuk pedoman orang tanah Jawa, langgeng selamanya.”

“Bagaimana ini, aku sudah terlanjur masuk agama Islam, sudah disaksikan Sahid, aku tidak boleh kembali kepada agama Buda lagi, aku malu apabila ditertawakan bumi langit.”

“Iya sudah, silahkan Paduka jalani sendiri, hamba tidak ikut-ikutan.”

Sunan Kalijaga kemudian berkata kepada Sang Prabu, yang isinya jangan memikirkan yang tidak-tidak, karena agama Islam itu sangat mulia. Ia akan menciptakan air yang di sumber sebagai bukti, lihat bagaimana baunya. Jika air tadi bisa berbau wangi, itu pertanda bahwa Sang Prabu sudah mantap kepada agama Rasul, tetapi apabila baunya tidak wangi, itu pertanda jika Sang Prabu masih berpikir Buda.
Sunan Kalijaga kemudian mengheningkan cipta. Seketika air sumber menjadi berbau wangi. Sunan Kalijaga berkata kepada Sang Prabu, seperti yang sudah dikatakan, bahwa Sang Prabu nyata sudah mantap kepada agama Rasul, karena air sumber baunya wangi.
Sabdopalon berkata kepada Sang Prabu, “Itu kesaktian apa? Kesaktian kencing hampa kemarin sore dipamerkan kepada hamba. Seperti anak-anak, jika hamba melawan kencing hamba sendiri. Paduka dijerumuskan, hendak menjadi jawan, suka menurut ikut-ikutan, tanpa guna hamba asuh. Hamba wirang kepada bumi langit, malu mengasuh manusia tolol, hamba hendak mencari asuhan yang satu mata. Hamba menyesal telah mengasuh Paduka. Jika hamba mau mengeluarkan kesaktian, air kencing hamba, kentut sekali saja, sudah wangi, Jika paduka tidak percaya, yang disebut pedoman Jawa, yang bernama Manik Maya itu hamba, yang membuat kawah air panas di atas Gunung Mahameru itu semua hamba, Adikku Batara Guru hanya mengizinkan saja. Pada waktu dahulu tanah Jawa gonjang-ganjing, besarnya api di bawah tanah. Gunung-gunung hamba kentuti. Puncaknya pun kemudian berlubang, apinya banyak yang keluar, maka tanah Jawa keudian tidak bergoyang, maka gunung-gunung tinggi puncaknya, keluar apinya serta ada kawahnya, berisi air panas dan air tawar. Itu hamba yang membuat. Semua tadi atas kehendak Lata wal Hujwa, yang membuat bumi dan langit. Apa cacadnya agama Buda, manusia bisa memohon sendiri kepada Yang Maha Kuasa. Sungguh jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Buda, keturunan Paduka akan celaka, Jawa tinggal Jawan, artinya hilang, suka ikut bangsa lain. Besok tentu diperintah oleh orang Jawa yang mengerti.
Coba Paduka saksikan, bulan depan bulan tidak kelihatan, biji mati tidak tumbuh, ditolak oleh Dewa. Walaupun tumbuh kecil saja, hanya untuk makanan burung, padi seperti kerikil, karena paduka yang salah, suka menyembah batu. Paduka saksikan besok tanah Jawa berubah udaranya, tambah panas jarang hujan. Berkurang hasil bumi, banyak manusia suka menipu. Berani bertindak nista dan suka bersumpah, hujan salah musim, membuat bingung para petani. Sejak hari ini hujan sudah berkurang, sebagai hukuman banyak manusia berganti agama. Besok apabila sudah bertaubat, ingat kepada agama Buda lagi, dan kembali mau makan buah pengetahuan, Dewa kemudian memaafkan, hujan kembali seperti jaman Buda.”

6 thoughts on “Perdebatan dengan Sabdapalon dan Nayageggong (Rengeng rengeng lirih ngantuk)

  1. hahaha tulisan apa nih? kenapa jadi islam dikambing hitamkan? sebelum islam masuk, nusantara ini sudah perang terus. anda baca sejarah ngga!!! kapan pula buddha jadi penengah peperangan? hahaha ngelawak jangan bawa orang-orang besar. dan kabah itu tanda, bukan yang disembah. ibarat naik mobil, tanda-tanda rambu. pake logika dong. jangan logika buddha yang nyembah patung disamain ama logika orang Islam. dan siapa ni sabdopalon ( pengait kandang ) hahahahaha…..kentutnya sakti amat. kalo memang dia sakti, kenapa ngga dihancurin aja tuh kaa’bah? kan dia tau kabah itu pusatnya islam. hahahaha paling ampe sana dia yang berantakan dikentutin Malaikat.

    • hahaha ngelawak jangan bawa orang-orang besar. dan kabah itu tanda, bukan yang disembah.
      siapa ni sabdopalon ( pengait kandang ) hahahahaha…..kentutnya sakti amat. kalo memang dia sakti, kenapa ngga dihancurin aja tuh kaa’bah?
      =============================
      (sebelum islam masuk, nusantara ini sudah perang terus. anda baca sejarah ngga!!)

      jaman dulu, jaman sekarang tidak ada beda. Semua dikait kaitkan. Karena ya itu tadi. ceritanya berputar seperti yang anda sendiri bilang. kayak kentut.

      (dan kabah itu tanda, bukan yang disembah).

      Memang anda tau apa tentang ka’bah, memang anda tau apa itu tanda, emang anad mengenal balang jumroh tu apa, sai tu apa ? dan yhang paling utawa wukuf, sudah kenal pa belum sama si wukuf.

      (hahaha ngelawak jangan bawa orang-orang besar)

      Sebesar apa sih orang yang anda bilang besar ? apa sebesar orang samut, atau sebesar buto ijo, atau sebesar debu ? tolok ukur anda ada di mana ? dengkulkah, jari kakikah ? akalkah ? nalarkah ? atau mungkin kentutkah ? bicara yang jelas mas….. jangan medumel seperti susur (susur=inang si mbah jaman dulu)

      (siapa ni sabdopalon ( pengait kandang ) hahahahaha…..kentutnya sakti amat. kalo memang dia sakti, kenapa ngga dihancurin aja tuh kaa’bah?)

      sabdopalon, bukan siapa – siapa, kenapa harus mengenalkan diri padamu, emang dirimu tuh dari mana ? bukankah engkau sendiri telah melupakan sejarahmu ? jadi tidak ada manfa’atnya juga ngancurin barang tak berguna kayak begitu. Toh entar roboh sendiri, kan sudah sesuai perputaran rodanya cong….

      (hahahaha paling ampe sana dia yang berantakan dikentutin Malaikat.)
      Semoga saja dirimu sudah kenal baik dan akrab dengan malaikatul maut, kan bisa diajak ngopi bareng tuh, bisa gaul abis men…. jiahhh… zzzzz

      • Memang anda tau apa tentang ka’bah, memang anda tau apa itu tanda, emang anad mengenal balang jumroh tu apa, sai tu apa ? dan yhang paling utawa wukuf, sudah kenal pa belum sama si wukuf.
        ——————————————-
        ralat

        Memang anda tau apa tentang ka’bah, memang anda tau apa itu tanda, emang anda mengenal balang jumroh tu apa, sai tu apa ? dan yang paling utawa wukuf, sudah kenal pa belum sama si wukuf. (hasil revisi )

        • Memang anda tau apa tentang ka’bah, memang anda tau apa itu tanda, emang anad mengenal balang jumroh tu apa, sai tu apa ? dan yhang paling utawa wukuf, sudah kenal pa belum sama si wukuf.
          =================================
          coba anda jabarkan di sini, apa yang sudah anda kenal dari semua di atas, jangan mungkir hai kau manusia. kiri, kanan, depan, belakang siap mengadilimu..

  2. Salam hormat dan selamat pagi……..

    Semoga saja apa apa yang sudah ada dan sudah terjadi adalah sebagai pembelajaran untuk manusia…..

    Semua yang tidak mungkin terjadi bisa saja terjadi dan semuanya akan menuju suatu makna hakiki dan kebenaran sejati…..

    Manusia untuk jaman sekarang hanyalah sebagai tali urut alur dari para pendahulunya dan sebagai akibat dari sebab asalnya…..

    Air yang bersumber dari gunung yang putih bersih jernih akhirnya harus menjadi sungai sungai yang kadang harus keruh dan kotor karena melewati keadaan dan tempat yang kotor juga ….karena erosi tanah yang lembek …kotor karena mengangkut sampah sampah yang busuk dan bau ….

    Tapi yang sudah sangat jelas adalah…air adalah zat cair yang selalu bening jernih dan tawar dan kekeruhan itu terjadi karena benda benda gelap yang menutupi kejernihan itu Semua air yang mengalir dan bergerak akan ditujukan kepada muara dan semua kekotoran dan kekeruhan akan ditenggelamkan disana dan karena Matahari maka air yang sejati pasti akan naik keatas dan kembali menjadi bening dan jernih kembali lalu jatuh menjadi titik air hujan……

  3. Benigkan fikir
    Sejukkan hati
    jawa tempatku berada
    Eyangku ber ageman lurik Jawi
    Eyangku resik agemanipun, rapi ngagem kain iket Jawa
    Bicaranya santun, pasti menyapa bertemu siapapun
    Beliau duduk2, setiap yg lewat hormat menyapa ramah
    Mendidik cucunya menyayang hewan, dilarang memaknnya
    Eyangku menasehati, kabeh iku dulurmu, bertemanlah tolong menolong.

    Tdk pernah sekalipun beliau berkata kafir. ” kabeh iku sedulur ” itu kalimat beliau.
    Santun
    Suka menolong, dana, maupun sembako
    Ada tetangga sakit, cukup dielus lan disapa…wong sehat kok, wis ndang bali nang omah …orang sembuh
    Beliau kalau bersembahyang menghadap se kemana beliau menghadap
    Hormat pd tanah airnya

    Semoga eyang eyang Nusantara bahagia selalu
    Selamat sore utk kawan kawan semua.

    Eyangku kalau diajak pergi haji oleh temannya
    Selalu berkata ” lemah bumi ku iki lo kakbahku…podo wae.
    Bumi sini wis seger, adem..yen arep budal kaji. Budalo dewe.
    Aku nang kene wae, ndunga bumi jawa negeri ku tetep subur makmur. Adem ”

    Kalimat itu selalu terkenang sampai hari ini
    Selalu dlm hati berkata ” Terimakasih eyang, njenengan sdh membuka hijabku…”

    ” smile bird “

Tinggalkan Balasan ke 1 Batalkan balasan